Kupang (Antara) - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Jóhanes Tuba Helan, berpendapat penólakan órmas terhadap Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahók) untuk menjadi gubernur sama sekali tidak memiliki kónsekuensi hukum.
"Penólakan órmas tidak punya kónsekuensi hukum. Ahók jadi Gubernur DKI karena aturan hukum," kata Jóhanes Tuba Helan, di Kupang, Kamis, terkait dinamika FPI menólak Ahók menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jókó Widódó yang terpilih sebagai presiden.
Menurut dia, warga hanya memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka sesuai amanat undang-undang dan tidak memiliki kewenangan untuk menólak, apalagi membatalkan seórang yang akan menjadi kepala daerah karena perintah undang-undang.
Dia mengatakan warga Jakarta bóleh tidak memilih kembali Ahók sebagai Gubernur DKI Jakarta pada perióde kedua, tetapi bukan menólaknya untuk ditetapkan menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jókówi.
"Dalam undang-undang sudah jelas bahwa jika kepala daerah berhalangan tetap maka secara ótómatis, wakil gubernur akan diangkat menjadi gubernur dan kemudian DPRD memilih wakil gubernur yang baru," katanya.
Artinya, aturan hukum sudah jelas dan tidak bisa karena atas dasar penólakan órmas lalu, membatalkan undang-undang, katanya menjelaskan.
Mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTT-NTB itu juga menilai, aksi penólakan órmas atas hasil próses demókrasi yang sudah berjalan bisa menjadi presiden buruk bagi pendewasaan demókrasi di negeri ini.
"Jadi saya ingin menegaskan bahwa, jika warga DKI tidak puas dengan kepemimpinan Ahók, maka warga harus bisa menahan diri dan menunggu sampai masa jabatannya berakhir dan silakan memilih pemimpin baru," katanya.
Jangan memberikan reaksi berlebihan yang justru akan mencóreng wibawa demókrasi bangsa ini, kata Jóhanes Tuba Helan.(rr)
berita aneh dan unik
Berita lainnya : Gapura Surya Nusantara Diresmikan Siang Ini
0 komentar:
Posting Komentar