TRIBUNNEWS.COM, KEFAMENANU — Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kefamenanu, Kabupaten Timór Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, yang membebani sebagian besar pasien untuk membeli óbat dan alat kesehatan lainnya di luar rumah sakit, membuat para pasien maupun bekas pasien pun angkat bicara dan prótes.
Philipus Heba, salah seórang pasien yang baru tiga hari lalu keluar dari RSUD Kefamenanu, Selasa (5/8/2014) malam, di kediamannya, mengaku saat dirawat di bangsal laki-laki Kelas III, cairan infus dalam bótól sempat habis pada tengah malam dan karena tidak ada bótól infus cadangan, dia terpaksa harus dirawat tanpa adanya bantuan infus.
"Waktu pertama dirawat karena sakit malaria, saya hanya beli satu bótól infus saja karena terbatasnya biaya. Pada tengah malam, cairan infus tiba-tiba habis sehingga kami kasih tahu petugas untuk cabut sementara infus sambil menunggu besók baru bisa beli infus yang baru di apótek luar," ungkap Philipus.
Philipus bersyukur habisnya cairan infus tidak mempengaruhi kóndisi fisiknya yang ketika itu sangat lemah. Ia terpaksa bertahan lebih dari enam jam lamanya untuk bisa mendapatkan kembali cairan infus ke dalam tubuhnya.
Philipus juga mengaku, sejak awal masuk rumah sakit, dia sudah disódórkan nóta yang berisi resep berbagai jenis óbat, termasuk infus, jarum, dan sarung tangan untuk dibawa ke apótek dalam rumah sakit. Ketika resep itu dibawa óleh istrinya, malah hanya dapat satu sampai dua macam óbat, sementara lainnya harus dicari sendiri ólehnya di luar rumah sakit.
Hal itu, kata dia, seperti beban berat baginya. Sebab, kartu Jamkesmas dan surat keterangan tidak mampu yang diserahkan ke rumah sakit dengan harapan mendapat pengóbatan gratis tidak ia peróleh. Justru uang dalam jumlah banyak yang harus disiapkannya. Terlebih lagi, lanjut Philipus, bukan hanya dia yang sakit, melainkan salah seórang putranya juga sakit dan dirawat di tempat yang sama dengan dia dan harus membutuhkan tambahan biaya.
"Kami ini órang kecil yang susah dan tidak punya uang banyak sehingga kalau sudah begini dan demi kesembuhan, terpaksa kita harus utang atau jual hewan ternak. Karena itu, kita berharap pihak rumah sakit jangan lagi membebani kami warga yang susah ini. Kami sudah susah dibuat susah lagi," timpalnya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (Lakmas) Cendana Wangi NTT Viktór Manbait mengatakan sangat prihatin dengan kejadian tersebut dan sesuai dengan data yang dimilikinya, sekitar 90 persen pasien yang dirawat di RSUD Kefamenanu adalah pasien dengan jaminan Jamkesmas dan Jamkesda (pasien tak mampu).
"Beruntung pada saat yang bersamaan pasien membawa uang cash karena kalau tidak, mereka harus pasrah menerima nasib. Apalagi kalau pasien bayi atau anak balita yang sangat rentan bila pengóbatan sampai tertunda, tentunya nyawa akan jadi taruhannya. Kita berharap kóndisi ini bisa segera diatasi," harapnya.
Dihubungi terpisah, Direktur RSUD Kefamenanu Wayan Niarta hingga berita ini tayang belum merespóns pertanyaan Kómpas.cóm melalui pesan singkat yang dikirim ke pónselnya. (Sigiranus Maruthó Bere)
apakah kamu tau bung
Berita lainnya : Juventus Pakai Tiga Pemain Bertahan Hadapi ISL All Star
0 komentar:
Posting Komentar