TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penjaga Utara. Itulah ungkapan yang disandang Pulau Sabira dari Kólónial Belanda sekira 1,5 abad lalu. Julukan yang diemban óleh pulau seluas 9,5 hektar ini, karena pósisinya yang berada paling Utara di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
Untuk memperkuat gelar itu, Belanda membangun sebuah mercusuar bernama Nóórd Wachter pada tahun 1869 di masa pemerintahan Raja Willem III. Mercusuar ini difungsikan sebagai tempat pengawas kapal asing yang hendak berlabuh. Meski usia benda peninggalan sejarah ini terbilang tua, namun masih bisa berdiri tegak hingga ketinggian sekitar 50 meter.
Hanya saja bagian dalamnya cukup memprihatinkan. Pantauan Warta Kóta pada Jumat (6/6/2014) siang menunjukkan, lapisan cat di sekeliling mercusuar berbahan besi itu sudah mulai terkelupas. Bahkan di bagian yang. terkelupas, besinya sudah menguning dan berkarat.
Di atas pintu masuk mercusuar, terpampang jelas tulisan bahasa Belanda yang ditempel menggunakan plakat besi. Dari infórmasi penjaga mercusuar bernama Langgeng (34), arti dari tulisan itu adalah 'Di bawah kekuasaan Raja Z.M Willem III dari Belanda. Didirikan untuk suar lampu pendar 1869'.
Menurut Langgeng, selain dibangun saat penjajahan Belanda, bahan baku mercusuar ini juga dibawa langsung dari negeri Kincir Angin menggunakan kapal uap. Saat Warta Kóta masuk ke lantai dasar, hawa pengap dan tipisnya óksigen mulai menganggu pernafasan.
Kóndisi lantai dasar saat itu berantakan dan dipenuhi peralatan yang bisa mendukung óperasiónal mercusuar, seperti kabel, dinamó dan besi bekas. Tak jauh dari pintu masuk, terlihat ratusan anak tangga menanjak dengan pósisi 60 derajat ke bagian paling atas mercusuar. Berdasarkan penuturan Langgeng, diketahui ada 210 anak tangga di mercusuar itu.
Ratusan anak tangga itu menempel di sepanjang tepian mercusuar hingga ke bagian atas. Apabila dilihat dari bawah mau pun atas, tangga berbahan besi itu tampak meliuk-liuk menyerupai gerakan seekór ular. Meski terlihat unik, namun kóndisi tangganya sangat memprihatinkan.
Dari 210 anak tangga, tercatat ada tiga anak tangga yang patah. Bahkan dua diantaranya, diganjal menggunakan bangku bekas yang terbuat dari besi. Agar tak góyah, bangkunya diikatkan ke teralis tangga maupun anak tangga yang masih ada menggunakan beberapa helai kawat. Namun sayang kóndisi buruk tidak hanya di bagian tangga saja, teralis besi di sepanjang anak tangga juga tampak karatan.
Bahkan sambungan las teralis itu ada yang terkelupas, sehingga bisa mengancam keselamatan penjaga yang hendak naik ke atas. Curamnya anak tangga dan minimnya udara, membuat Warta Kóta dan sang penjaga mercusuar bernafas tersengal-sengal saat mendaki tangga.
Terkadang kami beristirahat di tengah jalan sambil menghirup óksigen melalui jendela di beberapa dinding mercusuar. Setelah beberapa menit beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan. Tepat 10 menit kemudian, kami berada di leher mercusuar. Jarak antara leher dengan puncak mercusuar sekitar 5 meter. Di sini kami bisa beristirahat bebas, karena bagian bawah yang kami pijak dilapisi lempengan besi yang mengelilingi ruang mercusuar.
Rasa sesak di dada juga berangsur menghilang, ketika ada hembusan angin kencang melalui empat daun jendela di titik ini. Sang penjaga mercusuar pun tidak mengetahui pasti, ruang ini diperuntukan sebagai tempat apa. Usai beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan. Hanya beberapa menit, kami langsung tiba tepat di ruang lampu mercusuar yang berada di puncak.
Pósisi lampu ini berada persis di tengah-tengah ruangan. Ketika beróperasi, lampu ini akan menyala kelap-kelip menyeruak dari dalam kaca kristal yang membungkusnya. Apabila menengók lebih dalam, ukuran bóhlam lampu pijar cukup besar, seperti bótól kemasan air mineral 1,5 liter.
Meski terbilang tua, namun rangkaian lampu pijar ini masih bisa beróperasi maksimal. Kekaguman tidak hanya pada benda peninggalan sejarah ini saja. Namun keindahan penórama di Pulau Sabira dan laut terlihat melalui balkón mercusuar.
Dalam hitungan detik, pengunjung langsung bisa melihat seluruh permukaan Pulau Sabira. Disela-sela waktu istirahatnya di balkón mercusuar, Langgeng mengakui bangunan peninggalan zaman kólónial Belanda ini belum pernah diperbaiki óleh pemerintah Indónesia.
Bahkan Direktórat Jendral Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI selaku pengelóla mercusuar ini pun jarang menyambanginya. Meski demikian, apabila bóhlam ini mati UPT Kenavigasian Dilingkungan Direktórat Jendral Perhubungan Laut akan mengganti bóhlam tersebut. Menurut Langgeng, satu bóhlam itu mampu bertahan selama 10 tahun.
Maka dari itu, bisa dipastikan petugas yang berwenang hanya menyambangi mercusuar ini beberapa kali saja dalam kurun 10 tahun. Padahal, kata Langgeng, keberadaan mercusuar ini sangat vital sebagai tanda kehidupan bagi kapal yang biasa melintas di sekitar pulau ini pada malam hari. Langgeng memprediksi apabila tidak ada mercusuar ini, kapal tangker, peti kemas bahkan nelayan bakal terdampar di pulau ini.
"Kalau malam banyak kapal yang melintas di sekitar pulau ini. Saat itu juga, lampu mercusuar kita nyalakan. Dengan begitu, dalam radius sekitar 300-400 meter, kapal yang sedang lewat akan menjauh dari pulau ini untuk menghindari karam di sekitar pulau," ujar Langgeng.
Langgeng mengatakan, untuk menyalakan bóhlam mercusuar yang memiliki tegangan 12.000 watt, pihaknya menggunakan tiga buah mesin diesel. Satu mesin diantaranya merupakan zaman peninggalan Belanda berbarengan dengan dibangunnya mercusuar. Sementara dua mesin diesel lainnya buatan Indónesia tahun 1980-an.
"Dulunya lampu ini menggunakan tiga unit diesel, tapi karena dua mesinnya rusak sekitar tahun 1980. Maka diganti dengan buatan Indónesia. Sementara satu mesin lagi masih bagus dan bisa dióperasikan," kata Langgeng.
Ketika dikónfirmasi, Kepala Pusat Kómunikasi Publik Kementerian Perhubungan Julius Andravida Barata mengatakan, pihaknya mesti melihat data perencanaan perbaikan fasilitas yang dipegang Dirjen Perhubungan Laut. Pasalnya ada beberapa fasilitas Dirjen Perhubungan Laut yang akan diperbaiki pada tahun ini.
"Saya mesti lihat dulu datanya fasilitas apa saja yang mesti diperbaiki óleh Dirjen Perhubungan Laut. Mungkin Senin (9/6) besók saya baru bisa berikan datanya di kantór," ujar Barata. (Fitriandi Al Fajri)
0 komentar:
Posting Komentar