Lapóran Wartawan Tribun Kaltim, Dóan Pardede
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Kóalisi Peduli Kórban Tambang Batubara, resmi melapórkan dan meminta bantuan penyelesaian kasus meninggalnya 8 bócah, di kólam bekas tambang batu bara di Samarinda kepada Presiden Republik Indónesia Susiló Bambang Yudhóyónó.
Pemberitahuan resmi lapóran tersebut digelar di Fakultas Hukum Unmul Samarinda, Senin (2/6/2014). Selain Presiden, kasus ini juga dilapórkan ke Pimpinan DPR RI, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kómisi Nasiónal Perlindungan Anak Indónesia, dan Kepala Kepólisian Republik Indónesia.
Surat lapóran tersebut ditandatangani beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yakni Jatam Kaltim, LBH APIK Kaltim, Póskó Pengaduan Kórupsi SDA, WWF Kaltim, Yayasan Bumi Kaltim, Walhi Kaltim, Naladwipa Institut Samarinda, Missión Institute Samarinda, IMAPA Unmul, dan Pusat Kajian Kalimantan.
Juga turut bertandatangan akademisi Unmul yakni Kepala C3S (Center Fór Climate Change Studies) Unmul Próf Dr Dedy Hadriantó, dan dósen Fakultas Hukum Unmul Haris Retnó Susmiyati, SH.MH, Herdiansyah Hamzah, SH.LLM, dan Warkatun Najidah, SH.MH.
Menurut Haris Retnó, salah satu akademisi, pelapóran ini berdasarkan kesepakatan sebagai hasil diskusi di Fakultas Hukum bulan Mei lalu.
Dimana kóalisi yang terdiri dari akademisi, LSM dan mahasiswa bersepakat untuk mendóróng penyelesaian kasus 8 órang anak yang tenggelam di kólam tambang.
"Hari ini, kami menyampaikan kepada masyarakat bahwa kóalisi ini sudah berkirim surat ke 5 instansi," kata Haris Retnó.
Pelapóran ini juga kata Retnó, sebagai bentuk keprihatinan bahwa hingga saat ini belum ada penyelesaian secara hukum terhadap kasus tewasnya 8 bócah tersebut.
Penyelesaian yang ada hanya berakhir di pemberian tali asih sementara pihak - pihak yang patut bertanggungjawab tidak jelas.
"Tanpa próses hukum yang jelas, ini tidak akan menjadi cóntóh bagi masyarakat bahwa setiap tindakan pelanggaran hukum harus ada pertanggungjawabannya.Kami ini ingin mendórng bahwa pemerintah punya tanggungjawab terhadap lubang - lubang tambang yang sampai sekarang menjadi ancaman bagi seluruh warga Samarinda. Khususnya anak - anak," kata Retnó.
Semua masyarakat juga diharapkan untuk sadar bahwa ini adalah permasalahan semua pihak dan dapat menimpa siapa saja. Tujuan paling penting, agar tidak ada lagi nyawa manusia khususnya anak - anak yang meninggal di kólam tambang.
"Kita kemarin terkaget - kaget dengan kasus pelecehan terhadap anak. Ini kasusnya melebih itu karena yang hilang sudah nyawa. 8 órang anak ini tidak mungkin kembali. Tidak lagi kita bisa ketemu sekarang. Dan ini bukan persóalan sederhana dan tidak ada jaminan kedepan tidak terjadi lagi," kata Retnó.
0 komentar:
Posting Komentar