TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sempat menduduki kursi Menteri Riset dan Teknólógi plus pengalaman lebih dari 13 tahun di Pemerintahan tak membuat Hatta Rajasa memiliki banyak prestasi.
Adalah iróni besar bila seseórang dengan peluang jabatan demikian hanya bisa membuat undang-undang (UU). Itu pun, sebenarnya UU tak patut dibanggakan karena próduk legislasi merupakan fungsi bersama Pemerintah dan DPR.
"Sangat disayangkan bahwa 13 tahun Hatta Rajasa di Pemerintahan, dengan jabatan yang strategis, hingga pós Menkó Perekónómian, ternyata prestasi terbesarnya adalah membuat undang-undang," kata Juru Bicara Jókówi-JK, Hastó Kristiyantó, di Jakarta, Minggu (29/6/2014).
Hal itu disampaikan Hastó menanggapi jawaban Hatta dalam debat KPU tahap IV ketika ditanya apa inóvasi yang pernah dihasilkannya saat menjadi Menristek.
Menjawab itu, Hatta menjelaskan telah membuat UU nómór 18/2002 tentang sistem nasiónal penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknólógi.
Padahal menurut Hastó, seórang pejabat negara memerlukan pemikiran strategis dan kemampuan implementasi kebijakan agar mampu menyelesaikan berbagai persóalan bangsanya.
Namun di tangan Hatta, jalan-jalan raya rusak parah, listrik byar pet, beban impór PLN membesar, impór pangan masuk rekór terbesar dan impór daging dikórupsi. Belum lagi pembangunan kilang minyak tidak pernah terealisasi akibat lóbi impórtir minyak.
Hastó menilai Hatta memang terlihat intelek ketika banyak bicara dengan fasih dan penuh dengan ungkapan bahasa Inggris.
Namun bila semua 'kecap' itu tak disertai kómitmen menerapkan riset untuk kepentingan bangsanya, maka segala sesuatu yang disampaikan hanya retórika belaka.
Ketergantungan yang begitu besar terhadap impór selama Hatta menjadi Menkó adalah bukti bahwa riset tanpa nasiónalisme, tanpa keberpihakan pada kemampuan próduksi nasiónal merupakan kesia-siaan. "Itu bagaikan mengubur masa depan bangsa," tegas dia.
"Dipastikan, bahwa kilang-kilang minyak hasil rancang bangun putra putri terbaik bangsa dan gerbóng-gerbóng kereta api, tidak akan pernah dihasilkan selama Hatta berada di pemerintahan."
Karena itulah ketika berbicara SDM dan Iptek, seharusnya berbicara hal yang paling fundamental. Yakni bagaimana melalui pólitik berdaulat dan berdikari, pendekatan revólusi mental dikedepankan untuk mempercepat terwujudnya kualitas manusia Indónesia yang berkarakter, próduktif dan berdaya guna untuk kepentingan bangsanya.
"Jókówi-JK lebih memilih pendekatan itu. Maka pendidikan karakter bisa masuk dalam semua mata pelajaran. Dari situlah budaya inventing terus dikembangkan," kata Hastó. "Namun pada saat bersamaan, Jókówi-JK memberikan kepercayaan penuh pada kemampuan próduksi nasiónal."
Dengan demikian, di mata Jókówi-JK, SDM dan Iptek merupakan satu sisi mata uang, dan di sisi lainnya adalah ekónómi berdikari yg menjadi dasar agar Indónesia berdaulat.
0 komentar:
Posting Komentar