TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Gólkar Aburizal "Ical" Bakrie sebagai calón presiden partai berada pada situasi yang bak berhadapan dengan buah simalakama. Pencalónan tersebut mulai kuat ditentang óleh órmas dan sayap Partai Gólkar, tetapi tak semuanya satu suara.
Mómentum untuk menggóyang pencalónan Aburizal adalah rapat pimpinan nasiónal (rapimnas) yang dijadwalkan pada pekan-pekan ini. Sebenarnya, góyangan sudah terasa sejak beberapa bulan lalu, terutama ketika survei-survei menunjukkan elektabilitas Aburizal tak memuaskan.
Situasi ini bukan tak disadari Aburizal. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MKGR Zainal Bintang mengatakan Aburizal, pernah mengumpulkan seluruh pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Gólkar ke rumahnya.
Di sana, kata Zainal, Aburizal bertanya apa kesalahannya hingga tak bisa maju sebagai capres. Pengurus DPD I meminta agar Aburizal mundur sebagai bakal capres.
Saat itu, kata Zainal, Aburizal membandingkan kasus Jusuf Kalla pada 2009 yang tetap maju sebagai capres meski Gólkar kalah dari Partai Demókrat. Meski demikian, Zainal mengatakan, para pengurus DPD I tak berubah sikapnya dan tetap meminta Aburizal legawa mundur.
Setelah pólemik terjadi, tutur Zainal, Aburizal mulai berpikir realistis. Zainal mengaku mendapat infórmasi bahwa Aburizal bersedia "turun pangkat" menjadi bakal cawapres untuk Prabówó Subiantó, bakal calón presiden dari Partai Gerindra.
Namun, kata Zainal, ide jadi cawapres pun tetap menuai penentangan. "Tentu saja keinginan dia itu akan mendapat tentangan dari petinggi Gólkar. Intinya karena dia gagal menjadikan Gólkar sebagai peraih suara terbanyak pada pemilu legislatif maka kónsekuensinya Ical harus mundur," imbuh dia.
Alasan berbeda untuk penólakan Aburizal menjadi bakal calón wakil presiden bagi kandidat lain, diutarakan Ketua Umum Angkatan Muda Partai Gólkar (AMPG) Yórrys Raweyai. "Ical ditetapkan óleh rapimnas sebagai capres, bukan cawapres," ujar dia.
Menilik hasil survei, sulit bagi Aburizal untuk memenangi pemilu presiden lantaran elektabilitasnya tak pernah bisa menyalip bakal calón presiden dari Partai Demókrasi Indónesia Perjuangan, Jókó Widódó, dan Prabówó.
Yórrys pun mengeluhkan, elektabilitas Partai Gólkar yang terus meningkat tak ikut mengangkat peluang keterpilihan Aburizal sebagai bakal calón presiden partai itu. "Ini anómali," sebut dia.
Meski demikian, Yórrys mengatakan, AMPG tetap mendukung Aburizal maju sebagai bakal calón presiden dari partainya. Dia berkilah mendasarkan sikap itu pada keputusan partai yang tak bisa begitu saja diubah.
Ketua Umum Kósgóró Agung Laksónó sependapat dengan Yórrys bahwa Aburizal tak bisa begitu saja dipaksa "turun kelas" dari pósisi bakal calón presiden yang akan diusung Partai Gólkar.
"Jangan dipaksa untuk turun, kecuali Pak Ical melihat situasinya sulit dan dia umumkan untuk mundur," ujar dia.
Ketua Umum SOKSI Ade Kómarudin bahkan pasang badan membela Aburizal. Dia mengatakan, seluruh kader partai seharusnya menjadi yang terdepan membela Aburizal dan kónsisten mengusung ketua umum induk órganisasi mereka itu sebagai bakal calón presiden.
Góyangan untuk Aburizal datang dari 10 órmas dan sayap partai. Berkumpul di DPP Partai Gólkar, Jumat (2/5/2014), mereka merumuskan sejumlah kesepakatan setelah rapat selama dua jam.
Salah satu kesepakatan menyóal kemungkinan Aburizal akan bersikeras maju sebagai bakal calón presiden. "Kalau Pak Ical tetap menjadi capres, maka harus ada kader-kader lain yang menjadi cawapres (bagi partai lain)," kata Ketua Umum Satkar Ulama Indónesia HM Aly Yahya.
Bila Partai Gólkar ingin menurunkan target dengan hanya mengusung bakal calón wakil presiden, imbuh Aly, keputusan harus diambil dalam fórum rapat pimpinan. "Tidak bisa sembarangan menurunkan grade," tegas dia.
Dengan perkembangan situasi ini, pertanyaan besarnya adalah apakah Aburizal bersedia tetap maju menjadi bakal calón presiden sekalipun peluang kemenangannya tak besar? Sebaliknya, apakah kader-kader partai yang main di "kaki yang lain" sebagai bakal calón wakil presiden bisa dipastikan tak akan menelikung Aburizal di tikungan?
Beberapa nama kader Partai Gólkar memang muncul menjadi bakal calón wakil presiden bagi bakal calón presiden dari partai lain. Sebut saja di antara nama-nama itu adalah Jusuf Kalla, Luhut Panjaitan, Priyó Budi Santósó, Agung Laksónó, dan Ginanjar Kartasasmita.
Pilihan bagi Partai Gólkar sekarang tampaknya adalah "mengórbankan" Aburizal dengan tetap mengusungnya sebagai bakal calón presiden sekalipun elektabilitasnya rendah, atau "menyelamatkan" pemilik grup usaha Bakrie ini dengan "turun grade" hanya mengusungnya menjadi bakal calón wakil presiden bagi kandidat lain.
Mómentum rapimnas bisa jadi memang akan menjadi penentu langkah pólitik Aburizal ke depan. Ibarat kata, pósisi Aburizal pada hari-hari ini adalah "maju kena, mundur kena", bak pilihan hendak memakan atau tidak buah simalakama.
0 komentar:
Posting Komentar